MALOKLUSI (KELAINAN GIGITAN)

MALOKLUSI ( KELAINAN GIGITAN)

Banyak orang memiliki susunan gigi yang tidak teratur, atau istilahnya kedokterannya maloklusi. Maloklusi adalah penyimpangan letak gigi atau malrelasi lengkung geligi (rahang) diluar rentang kewajaran yang dapat diterima. Ada yang ‘tonggos’ atau gigi rahang atasnya maju, ada pula yang giginya berjejalan, atau sebaliknya kecil-kecil dan jarang. Keadaan gigi tersebut bisa mengganggu penampilan seseorang. Penderitanya sering merasa rendah diri, minder dan enggan tersenyum. Tapi yang paling penting adalah hubungannya dengan kesehatan. Gigi yang berjejal menjadikannya sulit dibersihkan, sehingga gigi bisa berlubang atau terkena penyakit radang gusi. Bisa juga terjadi gangguan pengunyahan, yang menyebabkan sakit kepala atau nyeri leher. Maloklusi sebisa mungkin harus diperbaiki, bukan semata demi estetika, tapi juga kesehatan gigi. 
Profil Wajah Maloklusi

Salah satu cara untuk memperbaiki maloklusi adalah dengan melakukan perawatan ortodonti. Ortodonti adalah cabang ilmu kedokteran gigi yang berhubungan dengan faktor variasi genetik, pertumbuhkembangan dan bentuk wajah serta cara faktor tersebut mempengaruhi oklusi dan fungsi organ di sekitarnya. Perawatan ortodonti terkadang memerlukan pencabutan gigi dalam perawatan susunan gigi yang tidak teratur tersebut. Ada dua alasan untuk mencabut gigi ; pertama: mendapatkan ruangan untuk penyusunan gigi pada kasus gigi berjejal dengan derajat berat, kedua : untuk menggerakkan gigi pada kasus protrusi yang memerlukan retraksi. 

Menurut Mossey (1999) berbagai komponen ikut menentukan terjadinya oklusi normal ialah : 
  1. Ukuran maksila dan mandibula termasuk ramus dan korpus 
  2. Faktor yang ikut mempengaruhi relasi maksila dan mandibula seperti basis kranial dan lingkungan 
  3. Jumlah, ukuran dan morfologi gigi 
  4. Morfologi dan sifat jaringan lunak (bibir, lidah, dan pipi). 
Kelainan pada komponen tersebut serta interaksinya dapat menyebabkan maloklusi.

A. Maloklusi

Maloklusi juga bisa merupakan variasi biologi sebagaimana variasi biologi yang terjadi pada bagian tubuh yang lain, tetapi karena variasi letak gigi mudah diamati dan menggangu estetik sehingga menarik perhatian dan memunculkan keinginan untuk melakukan perawatan. Terdapat bukti bahwa prevalensi maloklusi meningkat, peningkatan ini sebagian dipercayai sebagai suatu proses evolusi yang diduga akibat meningkatnya variabilitas gen dalam populasi yang bercampur dalam kelompok ras atau bisa juga dikatakan maloklusi merupakan keadaan yang menyimpang dari oklusi normal. 


1.   Etiologi Maloklusi

Kondisi maloklusi lebih banyak diakibatkan oleh faktor genetik yang mengakibatkan ketidakseimbangan antara ukuran rahang dengan ukuran gigi secara keselurahan. Namun dalam hal ini faktor lokal juga mempengaruhi etiologi dari maloklusi. (Erliera et al. 2006 ; Susilowati 2007 ; Nazruddin 2008)

a. Faktor Herediter (Keturunan)

Sudah lama diketahui bahwa faktor herediter sebagai penyebab maloklusi. Kerusakan genetik mungkin akan tampak setelah lahir atau mungkin baru tampak beberapa tahun setelah lahir. Peran heriditer pada pertumbuhan kraniofasial dan sebagai penyebab deformitas dentofasial sudah banyak dipelajari, tetapi belum banyak diketahuai bagian dari gen yang mana berperan dalam pemasakan muskulatur orofasial.

Sebagian besar kasus maloklusi berasal dari gangguan herediter, tapi ada beberapa faktor lingkungan seperti kebiasaan mengisap, pressure (intraurine atau posisi tidur), bernafas melalui mulut, kehilangan gigi akibat kerusakan, endokrin yang tidak seimbang, kekurangan nutrisi, pencabutan gigi yang tidak terencana juga ikut berperan penting sebagai penyebab maloklusi. 

b. Faktor Lokal

1. Gigi Sulung Tanggal Premature

Gigi sulung yang tanggal premature dapat berdampak pada susunan gigi permanen. Semakin muda umur pasien pada saat terjadi tanggal prematur gigi sulung semakin besar akibatnya pada gigi permanen. Insisivus sentral dan lateral sulung yang taggal premature tidak begitu berdampak tetapi kaninus sulung akan menyebabkan adanya pergeseran garis median. Perlu diusahakan agar kaninus sulung tidak tanggal premature. Sebagian peneliti mengatakan bahwa bila terjadi tanggal premature kaninus sulung karena resobsi insisivus lateral atau karena karies disarankan dilakukan balancing ekstraction, yaitu pencabutan kaninus sulung kontralateral agar tidak terjadi pergeseran garis median dan kemudian dipasang space mentainer. 

2. Persistensi Gigi 

Persistensi gigi sulung atau disebut juga over retained decidous teeth berarti gigi sulung yang sudah melewati waktunya tanggal tetapi tidak tanggal. Perlu diingat bahwa waktu tanggal gigi sulung sangat bervariasi. Keadaan yang jelas menunjukan persistensi gigi sulung adalah apabila gigi permanen pengganti telah erupsi tetapi gigi sulungnya tidak tanggal. Bila diduga terjadi persistensi gigi sulung tetapi gigi sulungnya tidak ada dirongga mulut, perlu diketahui anamnesis pasien, dengan melakukan wawancara medis kepada orang tua pasien apakah dahulu pernah terdapat gigi yang bertumpuk diregio tersebut. 

3. Trauma

Trauma yang mengenai gigi sulung dapat menggeser benih gigi permanen. Bila terjadi trauma pada saat mahkota gigi permanen sedang terbentuk dapat terjadi gangguan pembentukan enamel, sedangkan bila mahkota gigi gigi permanen telah terbentuk dapat terjadi dilaserasi, yaitu akar gigi yang mengalami distorsi bentuk (biasanya bengkok). Gigi yang mengalami dilaserasi biasanya tidak dapat mencapai oklusi yang normal bahkan kalau parah tidak dapat dirawat ortodontik dan tidak ada pilihan lain kecuali dicabut. 

4. Pengaruh Jaringan Lunak

Tekanan dari otot bibir, pipi dan lidah memberi pengaruh yang besar terhadap letak gigi. Meskipun tekanan dari otot-otot ini jauh lebih kecil dari pada tekanan otot pengunyah tetapi berlangsung lebih lama. Menurut penelitian tekanan yang berlangsung selama 6 jam dapat mengubah letak gigi. Dengan demikian dapat dipahami bahwa bibir, pipi dan lidah yang menempel terus pada gigi hampir selama 24 jam dapat sangat mempengaruhi letak gigi. Tekanan dari lidah, misalnya karena letak lidah pada posisi istrahat tidak benar atau karena adanya makroglosi dapat mengubah keseimbangan tekanan lidah dengan bibir dan pipi sehingga insisivus bergerak ke labial. (Williams 2000 ; Sulandjari 2008)

5. Kebiasaan Buruk

Suatu kebasaan yang berdurasi sedikitnya enam jam sehari, berfrekuensi cukup tinggi dengan intensitas yang cukup dapat menyebabkan maloklusi. Kebiasaan mengisap jari atau benda-benda lain dalam waktu yang berkepanjangan dapat menyebabkan maloklusi. Dari ketiga faktor ini yang paling berpengaruh adalah durasi atau lama kebiasaan berlangsung. Kebiasaan mengisap jari pada fase geligi sulung tidak mempunyai dampak pada gigi permanen bila kebiasaan tersebut telah berhenti sebelum gigi permanen erupsi. Bila kebiasaan ini terus berlanjut sampai gigi permanenn erupsi akan terdapat maloklusi dengan tanda-tanda berupa insisivus atas proklinasi dan terdapat diastema, gigitan terbuka, lengkung atas sempit serta retroklinasi inisisvus bawah. Maloklusi yang terjadi ditentukan oleh jari mana yang diisap dan bagaimana pasien meletakkan jarinya pada waktu mengisap. 

6. Faktor Iatrogenik

Pengertian kata iatrogenik adalah berasal dari suatu tindakan profesional. Perawatan ortodontik mempunyai kemungkinan terjadinya kelainan iatrogenik. Misalnya, pada saat menggerakkan kaninus ke distal dengan peranti lepasan tetapi karena kesalahan desain atau dapat juga saat menempatkan pegas tidak benar sehingga yang terjadi gerakan gigi kedistal dan palatal. Contoh lain adalah pemakaian kekuatan yang besar untuk menggerakkan gigi dapat menyebabkan resobsi akar gigi yang digerakkan, resobsi yang berlebihan pada tulang alveolar selain kematian pulpa gigi. 

2.   Klasifikasi Maloklusi Menurut Angle

a. Kelas 1 

Maloklusi dengan molar pertama permanen bawah setengah lebar tonjol mesial terhadap molar pertama permanen atas. Relasi lengkung gigi semacam ini biasa disebut juga dengan istilah netroklusi. Kelainan yang menyertai dapat berupa gigi berdesakan, proklinasi, gigitan terbuka anterior dan lain-lain. 
Maloklusi Kelas 1
b. Kelas II 

Maloklusi angle kelas II adalah hasil kelainan skeletal dan dentoalveolar yaitu malrelasi antara maksila dan mandibula. Lengkung bawah minimal setengah lebar tonjol lebih posterior dari relasi yang normal terhadap lengkung geligi atas dilihat pada relasi molar. Relasi seperti ini biasa juga disebut distoklusi. Maloklusi kelas II dibagi menjadi dua divisi menurut inklinasi insisivus atas  :
  • ivisi 1 : insisivus atas proklinasi atau meskipun insisivus atas inklinasinya normal tetapi terdapat jarak gigit dan tumpang gigit yang bertambah.
  • Divisi 2 : insisivus sentral atas retroklinasi. Kadang-kadang insisivus lateral proklinasi, miring ke mesial atau rotasi mesiolabial. Jarak gigit biasanya dalam batas normal tetapi kadang-kadang sedikit bertambah. Tumpang gigit bertambah. Dapat juga keempat insisivus atas retroklinasi dan kaninus terletak dibukal.
Maloklusi Klas II

c. Kelas III 

Lengkung bawah setidak-tidaknya satu lebar tonjol lebih ke mesial daripada lengkung geligi atas bila dilihat dari relai molar pertama permanen. Relasi lengkung geligi semacam ini biasa disebut juga mesioklusi. Relasi anterior menunjukan adanya gigitan terbalik. 


B. Perawatan Maloklusi

Antara kita mungkin memiliki susunan gigi yang tidak beraturan. Ada yang tumpang tindih, berjejal, gigi depan yang maju, atau gigitan silang antara rahang atas dan bawah. Gigi merupakan satu kesatuan dengan struktur sekitar seperti jaringan otot pengunyah, tulang rahang, wajah yang memiliki hubungan erat dan timbal balik. Jadi gangguan pertumbuhan dan perkembangan pada struktur tersebut dapat mempengaruhi susunan gigi, demikian juga sebaliknya.

Masalah ini telah lama menjadi cakupan dalam bidang ilmu kedokteran gigi, dan dinamakan Orthodontik. Menurut British Society of Orthodontics, Orthodontik adalah cabang ilmu kedokteran gigi yang mempelajari pertumbuhan dan perkembangan khususnya tulang rahang dan wajah yang dapat mempengaruhi posisi gigi.

Jadi perawatan orthodontik tidak semata-mata hanya berurusan dengan merapikan susunan gigi yang tidak rata tapi juga mengembalikan fungsi pengunyahan yang normal. Dengan dilakukannya perawatan orthodontik, pasien diharapkan dapat memiliki susunan gigi yang harmonis sehingga memperbaiki fungsi pengunyahan, cacat muka/asimetri wajah dapat diperbaiki, dan hilangnya rasa sakit yang mungkin terjadi akibat gigitan yang tidak seimbang karena susunan gigi yang tidak rata.

Ada beberapa macam alat yang biasa digunakan dalam ortodonti, salah satunya selama ini sering disebut behel atau ortodonti cekat (fixed orthodontic). Alat ini hanya bisa dipasang dan dilepaskan oleh dokter gigi / spesialis ortodonti saja. Sedangkan retainer adalah alat orthodonti/orthodontik lepasan, yang bisa dilepas-lepas oleh pemakainya. 

1. Ortodonti Lepasan (Removeble Orthodontic)

Ortodonti lepasan dapat didefenisikan sebagai pesawat yang dapat dipasang dan dilepaskan dari mulut oleh pasien. Dari defenisi ini memberikan makna bahwa keberhasilan ataupun kegagalan dari perawatan dengan pesawat ortodonti lepasan sangat tergantung pada kekoopearifan pasien. Dengan demikian, desain dan pembuatan pesawat ini harus dapat memaksimalkan kekoopeatifan pasien.
Ortodonti Lepasan

2. Ortodonti Cekat (Fixed Orthodontic)

Fixed orthodontic atau disebut juga dengan piranti cekat ortodonti merupakan alat ortodonti yang dicekatkan langsung pada gigi. Komponen fixed orthodontic terdiri dari bracket, band, archwire, elastics, o ring dan power chain. Pergerakan gigi adalah basis dari perawatan ortodonti, untuk itu dalam perawatan harus terjadi pergerakan gigi untuk mengembalikan posisi gigi yang menyimpang ke posisi yang baik sesuai dengan oklusinya. Alat ortodonti cekat mampu membuat pergerakan yang lebih kompleks dalam kesatuan deretan gigi, yang merupakan kelebihannya dibanding alat orthodonti lepasan, sehingga dapat lebih mempercepat proses teraturnya gigi. 


Ortodonti Cekat


C. Tujuan Perawatan Ortodonti 

Perawatan ortodonti adalah salah satu jenis perawatan yang dilakukan di bidang kedokteran gigi yang bertujuan mendapatkan penampilan dentofasial yang menyenangkan secara estetika yaitu dengan menghilangkan susunan gigi yang berjejal, mengoreksi penyimpangan rotasional dan apikal dari gigi-geligi, mengoreksi hubungan antar inisal serta menciptakan hubungan oklusi yang baik.

Tujuan dari perawatan ortodonsi juga telah didefinisikan oleh Proffit (1993) sebagai suatu penciptaan hubungan-hubungan oklusal yang sebaik mungkin dalam rangka setetika wajah yang dapat diterima dan stabilitas dari hasil akhir. Tujuan perawatan ortodontik dapat diringkas sebagai berikut 
  1. Menghilangkan susunan gigi berjejal
  2.  Kesehatan gigi dan mulut
  3. Estetik muka dan geligi
  4. Fungsi kunyah dan bicara yang baik
  5. Stabilitas hasil perawatan
Source :
Karya Tulis Ilmiah Untuk S1 FKG Universitas Baiturrahmah

Komentar